We Are The Champion |
Mengingat kembali turnamen Sintesa San Paolo kemarin mengingatkan
saya bahwa kita masih memiliki harapan yang cerah untuk masa depan
sepakbola Indonesia. Saya menyaksikan dengan mata kepala saya sendiri
bagaimana anak-anak asal Indonesia bisa begitu dominan bila dibandingkan
anak – anak dari negara lain yang terkenal dengan tradisi sepakbolanya
seperti Italia, Brasil, Mexico dan lainnya. Klise memang, sudah dari
beberapa tahun belakangan ini tim anak-anak kita selalu berhasil meraih
prestasi tingkat internasional, tapi setelah mulai melewati umur 20
mereka menghilang bak di telan bumi. Bakat emas mereka menguap tak
terurus karena tak becus dalam mengurus sepakbola yang berjenjang dan
terprogram.
Tetapi kali ini saya tidak akan membahas bobroknya system kaderisasi
dan kompetisi di Negara kita, saya akan coba mengulas beberapa pemain
yang saya anggap sangat berperan dalam kemenangan tim Indonesia All Star
saat di Milan kemarin, termasuk keberhasilan mereka menggasak tim Milan
Academy. Tanpa mengecilkan peran pemain lainnya, berikut adalah para
calon bintang sepakbola masa depan kita versi saya :
Rahmanto (Manto)
Pemain asal Penajam (sekitar 1 jam kurang dari Balikpapan menggunakan
speedboat) adalah kapten sekaligus batu karang di lini pertahanan
Indonesia. Lugas, tanpa kompromi dan tidak segan untuk “merangsek” ke
depan untuk membantu serangan, sekilas mengingatkan saya pada “Bejo”
sugiantoro, salah satu pemain bertahan terbaik yang pernah dimiliki
Indonesia. Memiliki darah oriental dari sang ayah, Manto tidak terlihat
sedikit pun seperti seorang tionghoa, saya katakan kepadanya “mungkin
karena kamu kebanyakan di lapangan bola” jadi hitam, dia hanya tertawa
menanggapi itu. Bersama sahabat karibnya Maulid, Manto selalu masuk
pilihan utama, bahkan dia bisa diajak sparring dengan para tentara di
Penajam, dan juga menjadi pemain inti di PS. Penajam dimana pemain
lainnya adalah orang-orang dewasa, menjadi bukti sahih bahwa pemain ini
memang memiliki bakat yang istimewa. Selesai dari bangku smp, Manto
bercita-cita untuk meneruskan SMA di Ragunan demi memenuhi mimpinya
menjadi pemain sepakbola professional. Maju terus Manto, doa kami
menyertaimu.
Suprianto Sabar (Sabar)
Pemain kelahiran Sidoarjo ini lolos dari seleksi di kota Malang. Secara
pribadi Sabar merupakan pemain yang paling saya suka karakternya dalam
tim. Tipikal box-to-box midfielder, mau menjemput bola hingga ke bawah
dan sesekali melakukan penetrasi ke pertahanan lawan. Bila dibandingkan
dengan pemain tim nasional era sekarang, Sabar mengingatkan saya akan
sosok Ahmad Bustomi, cerdas dalam mengalirkan bola, berani berduel
dengan siapa saja dan ditunjang dengan stamina yang mumpuni. Anak ini
sangat saya harapkan bisa menjadi salah satu tulang punggung tim
nasional suatu hari nanti. Di lini tengah Sabar selalu berduet dengan
Hamzah yang kebetulan juga lolos dari seleksi di Malang. Saya teringat
saat turnamen berlangsung setelah pertandingan ke dua Sabar mengalami
kram paha hingga memerlukan penanganan dari tim medis Ac Milan tapi
dengan tekad yang kuat dan semangat membara dia bisa kembali bermain di 2
laga berikutnya hingga menjadi juara. Sifat sederhana juga terlihat
menonjol pada sikapnya, di saat yang lain menggunakan sepatu dengan merk
terkenal, Sabar cukup menggunakan sepatu buatan negeri sendiri, dan
terbukti skill selalu bisa mengalahkan fasilitas.
Adnan Faturrahman
Pemain sayap kanan yang merupakan satu-satunya pemain yang lolos dari
Makassar. Pemain yang dari kecil memang sudah bercita-cita jadi pemain
sepakbola professional ini merupakan salah satu pemain yang layak dapat
gelar pemain terbaik selama turnamen, selain karena produkfitasnya dalam
mencetak gol, juga karena permainan apiknya di sisi kanan yang bahkan
tidak bisa diredam oleh tim Milan Academy, hingga terus menerus mendapat
tackle keras yang bahkan membuat “shin pad”nya patah. Gol pertama
partai final pun lahir dari insting dan kecepatannya dalam membaca arah
bola. Pemain ini pernah menjadi anggota tim nasional u14 saat Yamaha
cup, seakan menegaskan bahwa tanah Makassar tidak akan pernah kehabisan
pemain sepakbola berbakat. Semoga dengan seiringnya waktu pemain ini
bisa semakin matang dan semakin berkembang permainnya.
Sabeg Fahmi Fachrezi (Sabeg)
Pemuda kebanggan warga Jember ini merupakan striker terbaik di dalam
tim, sekali diturunkan langsung tiga gol berturut-turut dia berondongkan
ke gawang lawan. Skill di atas rata-rata pemain lain, serta kepercayaan
dirinya yag tinggi dan pantang kendur merupakan harta yang berharga
bagi tim Indonesia. Sabeg juga merupakan pemain tim nasional u 16 dimana
dia juga merupakan pemain andalan di sana. Berdasarkan penuturan Adnan,
Sabeg adalah striker terbaik yang pernah bermain bersamanya, dan demi
melanjutkan karir sepakbolanya bahkan dia rela merantau hingga ke tanah
Papua. Saat pertandingan melawan Tim Akademi AC Milan, Sabeg mencetak
dua gol dan salah satunya tercipta melalui eksekusi tendangan bebas yang
sangat berkelas. Ditangan yang tepat saya yakin kita akan melihat nama
ini lagi terpampang di baju tim nasional Negara kita. Sabeg! Ingat nama
ini baik-baik kawan.
Gavin Kwan Adsit (Gavin)
Para pemain berikut ini adalah pemain yang menurut saya secara mental dan pribadi luar biasa:
Memang tanah Papua adalah kawah candradimuka bakat-bakat sepakbola.
Tiada hentinya Papua melahirkan pemain-pemain berbakat. Mulai dari era
Frank Sinatra Huwae, Eduard Ivak Dalam, Boas Salossa hingga Patrich
Wanggai. Sekarang sudah lahir lagi bakat emas di diri Fallen Mariar.
Pemuda asal Manokwari ini memiliki jiwa yang sangat besar karena dua
hari setelah sampai di Jakarta untuk pemusatan latihan sebelum bertolak
ke Italia dia mendapat kabar sangat buruk, Ayahnya meninggal dunia.
Fallen hampir saja memutuskan pulang ke Manokwari, tapi dengan dukungan
keluarga dia mengurungkan niat itu dan tetap berangkat ke Milan.
Meskipun kesedihan pasti menyelimuti dirinya, tetapi dia tidak pernah
menunjukan perasaan itu kepada tim, malah Fallen lah yang selalu
menghibur tim ini. Dia dan juga Maulid adalah sumber tawa tim ini. Saya
yakin kebesaran jiwanya ini akan membawanya menapaki kesuksesan sebagai
pemain professional suatu hari nanti. Pemain ini memiliki karakter
seperti pemain Papua lainnya memiliki akselerasi dan dribbling yang
mengagumkan, salah satu pemain favorit para pelatih asal Itali. Entah
kenapa dibandingkan Boas atau Tibo, Fallen lebih mengingatkan saya
kepada Roni Wabia, pemain asal Papua yang pernah menjadi pemain terbaik
liga Indonesia.
Saputra
Sederhana saja nama pemain asal Palembang
ini, sesederhana sosoknya. Saya pribadi belajar banyak dari Saputra, dia
merupakan wujud nyata bahwa mimpi itu ada bagi siapa saja yang percaya
dan berusaha untuk mewujudkannya. Menjadi Yatim sejak kecil tentu
bukanlah hal yang mudah, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari Saputra
berjualan Koran. Semua dilaluinya tanpa merasa malu, bahkan dia banyak
tahu hal baru dengan membaca Koran-koran yang dijualnya. Dia juga jadi
banyak kenal pemain-pemain nasional Indonesia yang bermain di Sriwijaya
FC, Arif Suyono, Supardi, Firman Utina adalah nama-nama besar yang
selalu memberikan support dan masukan kepada Saputra. Rasa ingin tahu
dan belajar yang besar ini tergambar dari perilakunya yang saya lihat
sendiri selama 3 hari bersama tim All Star Indonesia. Saputra tidak ragu
untuk mengajak orang asing berbincang, walaupun dia harus bolak balik
ke Gavin untuk bertanya bahasa Inggris, dan hal ini saya lihat berulang
kali terjadi. Salut saya sama anak ini. Sekaligus sedih saat saya
tanyakan apakan nanti jualan Koran lagi saat pulang, Saputra menjawab
“Iyalah mas, kalau ngga nanti jajan pakai uang dari mana” wajah polosnya
saat menjawab membuat hati saya makin sakit dan pedih. Saat para
koruptor-koruptor bajingan itu beraksi memakan uang rakyat, pemuda
seperti Saputra ini harus bekerja keras untuk mimpi dan hidupnya.
Tapi tim ini membuktikan pada kita bahwa mereka mampu berprestasi,
dan menunjukan permainan yang berkelas, permintaan mereka tidak
muluk-muluk. Mereka hanya minta sedikit perhatian PSSI dan pemerintah
supaya tim ini dipertahankan. Mungkin mereka bisa dikumpulkan di satu
sekolah, Misalnya SMA Ragunan atau di Diklat Salatiga. Mereka percaya,
saya juga percaya mereka akan bisa membawa nama Indonesia ke tingkat
dunia. Sekarang mari kita sama-sama berdoa PSSI dan pemerintah focus
untuk membangun sepakbola yang berjenjang dan terukur, sudah cukup
hentikan pertikaian. Sekarang saatnya Indonesia bangkit dan menuju PIALA
DUNIA.
Tim Indonesia di Kantor AC Milan di Via Turati |
Sumber : http://mrusmin.wordpress.com